Jumat, 15 Mei 2009

Makalah Perkawinan di Usia Muda



Hi guys yang pingin lihat & baca katya tulis ini silakan baca asal bisa baca klw g bisa baca ya g uasah baca!!!!!! hua ... ha..ha.....ha.......!!!!!!!!!!!!

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis isssslmiah dengan judul : “Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Kesejahteraan Keluarga”.

Penulisan ini ingin mengetahui bagaimana dampak perkawinan usia muda terhadap kesejahteraan keluarga. Seperti yang telah diketahui, bahwa sekarang ini banyak terjadi perkawinan dini atau perkawinan di usia muda.

Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Ibu Sri Suharini selaku Guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan saran dan masukan guna penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

2. Bapak dan Ibu Guru yang selama ini banyak membimbing, mengarahkan dan membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan.

3. Orang tua yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan baik materil maupun spiritual kepada penulis.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan. Penulisan ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan.

Yosowilangun, Mei 2009

Penulis














DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

HALAMAN KATA PENGANTAR...................................................................... ii

HALAMAN DAFTAR ISI...................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian................................. 1

1.2. Perumusan Masalah........................................................... 3

1.3. Tujuan Penulisan................................................................ 3

1.4. Kegunaan Penulisan.......................................................... 4

BAB II : LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Dampak............................................................ 5

2.2. Pengertian Perkawinan...................................................... 5

2.3. Pengertian Usia Muda/Remaja....................................... 6

2.4. Pengertian Kesejahteraan Keluarga................................ 7

BAB III : PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Dampak Perkawinan Usia Muda................. 9

3.1.1 Dampak positif....................................................... 9

3.1.2. Dampak negatif....................................................... 10

3.2. Faktor-faktor yang Mendukung Perkawinan Usia Muda 12

3.2.1. Faktor Lingkungan................................................. 12

3.2.2. Faktor Ekonomi...................................................... 13

3.2.3 Faktor Sosial............................................................ 14

3.2.4. Faktor Agama.......................................................... 15

3.3. Faktor-faktor yang tidak mendukung Perkawinan Usia

Muda ................................................................................... 15

3.3.1 Faktor Psikologis.................................................... 15

3.3.2 Faktor Pengetahua tentang Kesehatan................ 16

3.3.3 Faktor Peraturan Pemerintah................................ 16

BAB III : PENUTUP

4.1. Kesimpulan......................................................................... 17

4.2. Saran-saran........................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA
















BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehidupan remaja yang kawin diusia muda tidak jarang terjadi ketegangan antara suami-istri seperti tidak terkendalinya emosi yang dilatar-belakangi kekurangsiapan mental dari pasangan usia muda tersebut yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan sosial maupun ekonomi dalam rumah tangga.

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang dalam mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Perkawinan akan membentuk suatu keluarga yang merupakan unit terkecil yang menjadi sendi dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara. Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang sah dan tidak di bawah tangan. Karena perkawinan adalah sakral dan tidak dapat dimanipulasikan dengan apa pun.

Kenapa perkawinan bisa gagal? Salah satu penyebabnya, mungkin suami atau istri terkena gangguan neurotik, sehingga tidak mampu lagi menoleransi kelemahan pasangannya. Biasanya penderita neurosis tidak mampu mengatasi ketegangan sarafnya karena mengalami ketidakdewasaan emosional.

Memasuki suatu perkawinan dituntut untuk melibatkan diri secara emosional atau batin, dalam hal ini bahwa individu yang telah memasuki lembaga perkawinan harus mampu mengendalikan dan mengembangkan kebutuhan emosional dengan pasangan hidupnya agar tercapai sebuah suasana rumah tangga yang bahagia, seperti yang menjadi tujuan dari dilaksanakan perkawinan. Karena perkawinan disyari’atkan oleh Islam mempunyai tujuan sangat agung dan mulia, yaitu untuk mewujudkan terbentuknya rumah tangga bahagia dan sejahtera yang diliputi oleh rasa cinta dan kasih sayang yang melahirkan generasi manusia yang sholeh dan sholehah. Sehingga perkawinan yang bahagia dan kekal, perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, agar perkawinan menjadi “Surga Kehidupan” dan bukan sebaliknya.

Bertitik tolak dari fenomena yang ada pada kehidupan remaja yang kawin di usia muda tidak jarang terjadi ketegangan antara suami-istri seperti tidak terkendalinya emosi yang dilatar-belakangi kekurangsiapan mental dari pasangan usia muda tersebut yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan sosial maupun ekonomi dalam rumah tangga. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul karya tulis ilmiah : “Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga”.

1.2. Rumusan Masalah

Masalah dalam karya tulis ilmiah ini ditulis sebagai berikut.

a. Bagaimana dampak perkawinan usia muda terhadap tingkat kesejahteraan keluarga?

b. Faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat perkawinan usia muda?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

a. Untuk mengetahui dampak perkawinan usia muda terhadap tingkat kesejahteraan keluarga.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat perkawinan usia muda.

1.4. Kegunaan Penulisan

Kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Penulis

Penulisan ini dapat digunakan sebagai sarana atau wadah untuk mengembangkan wawasan,

b. Bagi Sekolah/Lembaga

Untuk menambah referensi atau kajian ilmu pengetahuan dalam upaya memperkaya karya ilmiah.

c. Bagi Pihak Lain

Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Dampak

Menurut Poerwadarminto (1992:24) dalam Kamus Bahasa Indonesia dampak adalah “akibat-akibat dari konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijaksanaan”.

2.2. Pengertian Perkawinan

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan pengertian perkawinan sebagai berikut : “Perkawinan ialah ikatan lahir antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Menurut Ahmad A, (1997:69) mendefinisikan perkawinan adalah: melaksanakan Aqad (perikatan yang dijalin dengan pengakuan kedua belah pihak (antara seorang laki-laki dan seorang perempuan atas dasar keridhoan dan kesukaan kedua belah pihak, oleh seorang wali dari pihak perempuan menurut sifat yang telah ditetapkan syarat untuk menghalalkan hidup serumah dan menjadikan yang seorang condong kepada yang seorang lagi dan menjadikan masing-masing dari padanya sekutu (teman hidup).

2.3. Pengertian Usia Muda / Remaja

Usia muda adalah anak yang ada pada masa peralihan diantara masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang (Zakiah Daradjat, 1997:33).

Menurut Konopka (1976:241), menjelaskan bahwa masa muda dimulai pada usia dua belas tahun dan diakhiri pada usia lima belas tahun sama halnya dengan teori yang diungkapkan oleh Monks (1998:262) batasan usia secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.

Menurut Elizabeth B. Hurlock (1994:212) menyatakan secara tradisional masa muda dianggap sebagai “badai dan tekanan” yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.

Menurut Sarlito Wirawan (1991:51) masa muda adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa bukan hanya psikologisnya saja akan tetapi juga fisiknya. Bahkan perubahan fisik itulah merupakan gejala primer dari pertumbuhan usia muda, sedangkan perubahan-perubahan psikologis itu muncul sebagai akibat dari perubahan fisik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa masa muda adalah seseorang yang telah menginjak usia dua belas tahun dan kira-kira berakhir usia dua puluh satu tahun, yang disebut juga dengan masa badai dan tekanan sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar yang mana sangat berpengaruh pada psikologi usia muda.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkawinan usia remaja adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang pada hakekatnya kurang mempunyai persiapan atau kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi.

2.4. Pengertian Kesejahteraan Keluarga

Sebelum memberikan pengertian (batasan) tentang kesejahteraan keluarga, terlebih dahulu akan diuraikan tentang pengertian kesejahteraan dan keluarga.

Dalam hal ini yang dimaksud kesejahteraan adalah kesejahteraan sosial. Dalam UU No. 6 tahun 1974 kesejahteraan sosial adalah “Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa. Keselamatan kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah, sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat yang menjunjung tinggi hak asasi manusia juga kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.

Keluarga merupakan kelompok golongan masyarakat yang kecil terdiri dari ayah (suami), ibu (istri) dan anak.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kesejahteraan keluarga adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spriritual di dalam suatu keluarga yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan keluarga tersebut untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial sebaik-baiknya.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Dampak Perkawinan Usia Muda

3.1.1. Dampak positif

Dampak positif dari perkawinan usia muda sebagai berikut.

a. Menghindari perzinahan

Jika ditinjau dari segi agama perkawinan usia muda pada dasarnya tidak dilarang, karena dengan dilakukannya perkawinan tersebut mempunyai implikasi dan tujuan untuk menghindari adanya perzinahan yang sering dilakukan para remaja yang secara tersirat maupun tersurat dilarang baik oleh agama maupun hukum.

b. Belajar bertanggung jawab

Suatu perkawinan pada dasarnya yaitu untuk menyatukan dua insan yang berbeda baik secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu dalam kehidupannya suami/istri harus mempunyai konsekuensi serta komitmen agar perkawinan tersebut dapat dipertahankan. Dengan demikian dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa dilakukannya suatu perkawinan akan memberikan motivasi/dorongan kepada seseorang untuk bertanggung jawab, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain (istrinya).

3.1.2. Dampak negatif

Dampak negatif dari perkawinan usia muda sebagai berikut.

a. Segi Kesehatan

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya cacat bawaan, fisik, maupun mental, penyakit ayan, kebutaan, dan ketulian.

b. Segi Fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan ketrampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari. Utamanya bagi pria.

c. Segi Mental/Jiwa

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosionalnya.

d. Segi Kependudukan

Perkawinan usia muda, ditinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan.

e. Segi Kelangsungan Rumah Tangga

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian.

3.2. Faktor-faktor yang Mendukung Perkawinan Usia Muda

Faktor-faktor yang mendukung perkawinan usia muda sebagai berikut.

3.2.1. Faktor Lingkungan

Alasan orang tua segera menikahkan anaknya dalam usia muda adalah untuk segera mempersatukan ikatan kekeluargaan antara kerabat mempelai laki-laki dan kerabat mempelai perempuan yang mereka inginkan bersama. Keinginan adanya ikatan tersebut akan membawa keuntungan-keuntungan bagi kedua belah pihak, yaitu dimana mempelai laki-laki setelah menikah tinggal di rumah mertua serta anak laki-laki tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bantuan tenaga kerja bagi mertuanya.

Dimana perkawinan tersebut dilatar belakangi oleh pesan dari orang tua yang telah meninggal dunia (orang tua mempelai perempuan atau orang tua mempelai laki-laki) yang sebelumnya diantara mereka pernah mengadakan perjanjian sebesanan agar tali persaudaraan menjadi kuat. Selain itu untuk memelihara kerukunan dan kedamaian antar kerabat dan untuk mencegah adanya perkawinan dengan orang lain yang tidak disetujui oleh orang tua atau kerabat yang bersangkutan dengan dilaksanakannya perkawinan tersebut.

3.2.2. Faktor Ekonomi

Alasan orang tua menikahkan anaknya dalam usia muda dilihat dari faktor ekonomi adalah sebagai berikut.

a. Untuk sekedar memenuhi kebutuhan atau kekurangan pembiayaan hidup orang tuanya, khususnya orang tua mempelai wanita. Sebab menyelenggarakan perkawinan anak-anaknya dalam usia muda ini, akan diterima sumbangan-sumbangan berupa barang, bahan, ataupun sejumlah uang dari handai taulannya yang dapat dipergunakan selanjutnya untuk menutup biaya kebutuhan kehidupan sehari-hari untuk beberapa waktu lamanya.

b. Untuk menjamin kelestarian ataupun perluasan usaha orang tua mempelai laki-laki dan orang tua mempelai perempuan sebab dengan diselenggarakannya perkawinan anaknya dalam usia muda dimaksudkan agar kelak si anak dari kedua belah pihak itu yang sudah menjadi suami istri, dapat menjamin kelestarian serta perkembangan usaha dari kedua belah pihak orang tuanya, dimana usaha-usaha tersebut merupakan cabang usaha yang saling membutuhkan serta saling melengkapi. Bahkan setelah perkawinan usia muda tersebut terjadi, lazimnya langkah-langkah pendekatan sudah mulai diambil, sedemikian rupa sehingga kedua cabang usaha tersebut berkembang menjadi satu usaha yang lebih besar.

3.2.3. Faktor Sosial

Di dalam melangsungkan suatu perkawinan, di sini wanita tidak mengukur usia berapa dia dapat melangsungkan perkawinan. Hal ini berdasarkan pada suatu kriteria yaitu apakah dia sudah mencapai tingkat perkembangan fisik tertentu. Kenyataan tersebut disebabkan karena hukum adat itu tidak mengenal batas yang tajam antara seseorang yang sudah dewasa dan cakap hukum ataupun yang belum. Di mana hal tersebut berjalan sedikit demi sedikit menurut kondisi, tempat, serta lingkungan sekitarnya. Di sini yang dimaksud sudah dewasa adalah mencapai suatu umur tertentu sehingga individu yang bersangkutan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri antara lain :

a. Sudah mampu untuk menjaga diri.

b. Cakap untuk mengurus harta benda dan keperluan sendiri.

c. Cakap untuk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan kemasyarakatan serta mempertanggungjawabkan segala-galanya sendiri.

3.2.4. Faktor Agama

Agama untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manusia sepanjang zaman. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia juga disertai dengan pedoman agama, hal ini untuk menjaga agar manusia tidak hancur ke dalam perbuatan maksiat, dan disamping itu juga dibekali oleh akal sebagai alat untuk berpikir dan menalar segala permasalahan yang dihadapinya, salah satunya aspek yang diatur oleh agama adalah lembaga perkawinan.

3.3. Faktor-faktor yang Tidak Mendukung Perkawinan Usia Muda

Faktor-faktor yang tidak mendukung perkawinan usia muda sebagai berikut.

3.3.1. Faktor Psikologis

Dalam perkawinan seseorang dituntut untuk melibatkan diri secara emosional atau batin disamping adanya ikatan secara lahir. Hal ini menjelaskan bahwa individu yang telah memasuki lembaga perkawinan harus mampu mengendalikan dan menyeimbangkan emosional dengan pasangan hidupnya agar tercapai suasana rumah tangga bahagia seperti yang menjadi tujuan dari dilaksanakannya perkawinan.

Dengan demikian maka kesiapan atau kematangan psikologis sangat menentukan tingkat keberhasilan dari sebuah rumah tangga yang ingin dibentuk. Dalam hal ini diharapkan seseorang telah memiliki kematangan psikologis sebelum memasuki jenjang perkawinan, karena dengan kematangan psikologis inilah seseorang telah dapat meredam dan memecahkan setiap permasalahan yang timbul dalam rumah tangga kelak di kemudian hari.

3.3.2. Faktor Pengetahuan Tentang Kesehatan

Banyak pasangan perkawinan usia muda yang tidak memperhatikan tentang kesehatan kedua belah pihak karena mereka berfikir perkawinan dalam usia muda sangatlah mudah padahal dalam kenyataannya tidak demikian, pengetahuan tentang kesehatan sangat kurang yang dipunyai oleh mereka. Padahal kesehatan sangatlah penting demi kelanjutan hidup dalam berumah tangga.

3.3.3. Faktor Peraturan Pemerintah

Peraturan pemerintah dalam perkawinan usia muda dilarang dikarenakan dalam perkawinan usia muda banyak terdapat perceraian yang diakibatkan usia kedua belah pasangan yang sangat terlalu muda dan kurangnya pegetahuan tentang peraturan pemerintah. Peraturan pemerintah dalam hal perkawinan menegaskan bahwa bagi orang yang akan menikah harus berusia minimal 17 tahun. Peraturan itu diberlakukan karena ditakutkan akan banyak terjadi perceraian dalam usia muda.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang pada hakekatnya kurang mempunyai persiapan atau kematangan baik secara biologis, psikologis maupun sosial ekonomi. Perkawinan usia muda mempunyai dampak yang nyata terhadap tingkat kesejahteraan keluarga. Hal ini dapat ditinjau dari sisi keharmonisan dan ketentraman keluarga, keserasian dan keselarasan pasangan usia muda serta pemenuhan kebutuhan materiil dan spirituilnya masih kurang baik. Meskipun cenderung memberikan dampak negatif, perkawinan usia muda juga memberi dampak positif terhadap pasangan usia muda diantara adalah untuk menghindari perzinahan yang sering dilakukan para remaja dan memberikan suatu pelajaran kepada pasangan usia muda untuk bertanggung jawab.

2. Faktor-faktor yang mendukung perkawinan usia muda meliputi :

a. Faktor lingkungan

b. Faktor ekonomi

c. Faktor sosial

d. Faktor agama

3. Faktor-faktor yang tidak mendukung perkawinan usia muda, meliputi :

a. Faktor psikologis

b. Faktor kesehatan

c. Peraturan pemerintah

4.2. Saran-Saran

1. Perlunya ditingkatkan penyuluhan yang intensif kepada semua lapisan masyarakat baik yang terkait dengan hukum, kesehatan maupun masa depan anak jika melakukan perkawinan diusia muda.

2. Guna mewujudkan tujuan perkawinan, yaitu membina keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa bagi yang hendak melangsungkan perkawinan dalam usia muda oleh masyarakat dipertimbangkan lebih dahulu dengan akal sehat dan pertimbangan segi keuntungan dan kerugian (manfaat dan mudhorot).










DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. A. 1997. Psikologis Perkembangan. CV. Rineka Cipta. Jakarta.

Elizabeth B. Hurlock. 1994. Psikologis Perkembangan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga. Jakarta.

Humries, E. 1995. Nasehat Perkawinan dan Keluarga. BP4 Pusat.

Konopka. 1997. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta.

Monks. 1998. Psikologi Perkembangan. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta.

Poerwadarminto 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974. Tentang Perkawinan. Penerbit Pustaka Tinta Mas. Surabaya.

Wirawan, Sarlito. 1991. Psikologi Remaja. Rajawali Press. Jakarta.

Zakiah, D. 1997. Psikologi Remaja. BPK Gunung Mulia. Jakarta.